Legenda Werewolf
64 Votes
Kisah
binatang jadi-jadian yang banyak terdengar dalam budaya masyarakat
kita, ternyata juga terdapat di belahan lain bumi. Bahkan ada seorang
tokoh dunia terkenal disebut pula sebagai salah satu pengidapnya.
Benarkah makhluk demikian ada, bagaimana pula muasal kelahirannya?
Begitu
beragamnya manusia jadi-jadian di bumi ini. Mulai dari manusia harimau
atau manusia beruang di kawasan Asia, manusia hyena yang hidup di
Afrika, manusia anjing hutan coyote diburu di Amerika Tengah, sedangkan
manusia kadal berkeliaran di Selandia baru. Sama halnya dengan mitos
babi ngepet atau leak dalam sebagian masyarakat kita, atau orang Barat
yang memfiksikannya dalam film semisal An American Werewolf in London
(1981) dan Wolf (1994) yang diperani Jack Nicholson.
Ternyata
semua binatang jadi-jadian itu memiliki karakter serupa. Misalnya,
perubahan di malam hari, menularkan kemampuan berubah bentuk melalui
tetesan darah dalam gigitan, luka yang terjadi dalam bentuk binatang
juga muncul dalam ujud manusia, atau binatang jadi-jadian yang mati
segera kembali berubah jadi manusia.
Akibat kutukan
Herodotus,
sejarawan Yunani dari abad V SM, mengatakan pada + 2.400 tahun lalu,
bahwa penduduk di daerah yang sekarang bernama Lithuania dan Polandia,
mengaku berubah menjadi manusia serigala selama beberapa hari dalam
setahun.
Masa itu manusia serigala adalah manusia dengan dorongan
kuat memangsa manusia lainnya. Melalui sihir mereka berubah menjadi
serigala hitam untuk memudahkan mewujudkan niatnya. Sekali berubah,
menurut kepercayaan lama, akan terus menyimpan kekuatan dan kelicikan
serigala.
Baru di abad 1 SM Virgil sebagai penulis Latin yang
pertama kali menyebut-nyebut soal takhayul ini, kemudian diikuti oleh
Propertius, Servius, dan Petronius. Petronius yang kepala urusan
hiburan zaman pemerintahan Kaisar Nero (54 – 68) bertutur tentang
manusia serigala dalam bentuk sastra roman Satyricon. Dengan bumbu
terang bulan, pekuburan, dan luka abadi setelah kembali jadi manusia,
membuat roman itu sebagai bacaan hiburan.
Sebagian tradisi Roma
dan Yunani menganggap manusia berubah jadi serigala sebagai hukuman
dewa, karena ia telah mempersembahkan korban berupa manusia, ujar Pliny
(61 – 113).
Meski baru abad XVIII kisah tentang manusia serigala
diterbitkan, bukan berarti orang berkurang minat terhadap manusia
serigala. Justru kepercayaan itu demikian kuat, bahkan sering diterima
sebagai kebenaran, bukan fiksi.
Menurut kepercayaan lama ada tiga
macam manusia serigala. Pertama, yang memperolah kemampuan itu melalui
keturunan. Konon, kutukan terhadap nenek moyang menjadikan setiap
keturunannya menjadi manusia serigala. Kedua, orang yang dengan
sukarela jadi serigala dengan alasan dan tujuan jahat. Sedangkan yang
terakhir adalah manusia serigala berhati lembut dan baik. Kondisinya
yang tidak lazim, malah membuatnya merasa malu.
Sebenarnya,
transformasi sering dilakukan oleh dukun-dukun suku tertentu dengan
tujuan baik untuk mengatasi masalah di kelompoknya. Saat langka
makanan, misalnya, si dukun bisa saja berubah ujud menjadi binatang
jadi-jadian serupa makhluk yang akan diburu, supaya lebih mudah melacak
buruan itu.
Ada juga yang tidak berubah ujud tetapi meminjam
tubuh binatang untuk memata-matai, menyantet, atau sekadar
menakut-nakuti musuh.
Berjubah kulit serigala
Kasus
manusia serigala yang mencolok terjadi di Prancis, awal abad XVII.
Adalah Jean Grenier (13) yang merasa yakin dirinya manusia serigala. Di
pengadilan Bordeaux, Grenier mengaku, 2 tahun sebelumnya membuat
perjanjian dengan setan di hutan. Dengan kulit serigala yang menurut
pengakuannya pemberian setan, tiap malam ia bisa berkeliaran sebagai
serigala, namun di siang hari kembali ke bentuk manusia. Ia telah
membunuh dan memangsa beberapa anak kecil yang sendirian di ladang, juga
menculik bayi yang ditinggal di rumah.
Sejauh menyangkut
perilaku kanibalisme, penyelidikan menunjukkan kebenaran pengakuannya.
Namun dari sudut kedokteran, remaja ini digolongkan penderita
lycanthropy. Kelainan jiwa ini menyebabkannya berkhayal tubuhnya
berubah bentuk menjadi hewan. Menilik usianya yang masih belia, Grenier
cuma dihukum kurungan seumur hidup di Biara Fransiskan, Bordeaux.
Perubahan
Grenier dengan menyamar di bawah kulit serigala serupa dengan cara
transformasi manusia beruang di Skandinavia yang menggunakan kulit
beruang. Selain kulit binatang, konon ada alat lain, yaitu korset. Ada
yang terbuat dari kulit asli binatang, ada yang dari kulit manusia yang
dihukum gantung. Dua alat itu banyak dipakai di Prancis, Jerman,
Skandinavia, dan beberapa negara Eropa Timur. “Benda sakti” lainnya
adalah salep khusus berisi ramuan dari kelompok tanaman solanaceae yang
membangkitkan halusinasi.
Selain itu ada lagi alat dan cara untuk
bertransformasi yang berupa jimat, ramuan, dan mantera pemujaan pada
iblis. Khusus pemakaian jimat, justru orang di sekitar si pemakai yang
terpengaruh seakan melihat manusia serigala, padahal si pelaku tidak
berubah. Di luar saat bulan purnama, perubahan sering terjadi spontan
dan lepas dari kendali pelakunya.
Penampilan si pelaku yang
menakutkan, tindak kejahatannya yang mengerikan, dan terutama karena
kengerian terhadap kekuatan setan, membuat manusia serigala jadi obyek
yang harus diburu dan dimusnahkan. Penghukuman terhadap mereka terjadi
di hampir sepanjang sejarah di Eropa. Malah pelaku kejahatan apa pun
dengan mudahnya dapat dijuluki manusia serigala.
Pembunuhan
massal sering disebut akibat kejahatan serigala. Seperti yang menimpa
Peter Stubbe di tahun 1590 (ada yang menyebut Peter Stump di tahun
1589) dari Bedburg, dekat Cologne. Ia dituduh sebagai serigala yang
kanibal setidaknya pada 2 pria, 2 wanita hamil, dan 13 kanak-kanak, dan
inses dengan adik perempuannya.
Hukuman yang diterimanya luar
biasa. Setelah dicabik-cabik dengan penjepit, dilindas roda, dipancung,
akhirnya tubuh tanpa kepala itu dibakar. Hukuman bakar hidup-hidup
juga diberlakukan untuk gundik dan anak perempuannya.
Di Prancis
dan Jerman, manusia serigala biasanya memang dibakar atau digantung.
Seperti yang terjadi terhadap lebih dari 200 laki-laki dan perempuan
Pirenea (antara Prancis dan Spanyol) di seputar abad XVI, karena diduga
manusia serigala.
Menurut Elton B. McNeil dalam The Psychoses
(1970), demam berburu manusia serigala bisa disamakan dengan perburuan
terhadap penyihir. Secara kejiwaan mereka yakin, orang akan diberkati
bila mampu menangkap pelayan atau sekutu iblis.
Tak heran, saat
itu di Prancis banyak ditemukan manusia serigala kagetan. Dalam satu
periode – antara 1520 – 1630 – di Prancis tercatat 30.000 kasus manusia
serigala.
Ada beberapa patokan untuk menentukan apakah seekor
serigala jadi-jadian atau tidak. Konon, manusia serigala akan
mempertahankan suara dan mata manusianya. Sedangkan menurut suku
Indian, yang berubah jadi serigala hanya bagian kepala, tangan, dan
kaki.
Dalam ujud manusia, ada beberapa ciri khas yang
membedakannya dengan manusia biasa. Dua ujung alisnya saling bertemu di
tengah, jari-jari tangannya yang panjang agak kemerahan, dengan jari
tengah yang sangat panjang. Selain telinganya agak ke bawah dan sedikit
ke belakang, tangan dan kakinya cenderung berbulu lebat.
Rasa
takut terhadap manusia serigala lebih mudah dipahami dengan mengetahui
alasan takut terhadap serigala. Sebelum abad XX di Eropa dan Asia
Utara, serigala dianggap binatang paling cerdik yang berbahaya bagi
manusia dan ternak. Apalagi bila serigala itu gila. Cukup sekali gigit
korbannya bisa tewas mengerikan. Sampai-sampai ada institusi pemerintah
Prancis yang khusus mengontrol serigala, paling tidak sejak
pemerintahan Charlemagne (768 – 814), hingga abad ini.
Di Eropa
pada abad pertengahan, serigala terkadang digantung bersebelahan dengan
pelaku kejahatan di tiang gantungan, sebagai simbol ditaklukkannya
kejahatan. Serigala pernah jadi masalah serius Irlandia abad XVII,
sehingga sepotong kepala serigala sama nilai hadiahnya dengan kepala
pemberontak.
Hanya halusinasi
Ada
pendapat, manusia serigala timbul akibat halusinasi. Antara lain,
pengaruh racun ergot yang dihasilkan oleh jamur Claviceps purpurea pada
gandum. Ergot mengandung bahan serupa materi mentah untuk membuat LSD.
Halusinasi
akibat ergot banyak terjadi di Eropa pada abad pertengahan. Itu tak
lain karena masyarakat kebanyakan hanya bisa mengkonsumsi biji gandum
yang terkontaminasi, sementara gandum bersih disimpan hanya untuk
bangsawan. Maka, tanpa pengalaman atau ilmu sihir, bila memakan
biji-bijian itu orang bisa merasa jadi katak atau serigala.
Satu
kisah tragis terjadi tahun 1951 di Pont St Esprit di Rhone Valley,
dengan korban keracunan ergot +300 orang. Lima orang mati, sedangkan
kebanyakan cacat seumur hidup. Mereka yang cacat mengaku, telah
mengalami halusinasi mengerikan. Ada pria yang merasa seolah-olah
otaknya dilahap segerombolan ular merah. Ada pula yang sanggup
membebaskan diri dari jaket pengikat orang gila sampai 7x, rontok
giginya karena menggigit putus tali pengikat dari kulit yang
membelenggunya, dan mampu membengkokkan dua batang teralis besi di
jendela rumah sakit! Alasannya, pria itu merasa dikejar-kejar harimau.
Pendapat
lain menduga manusia serigala adalah akibat persepsi keliru terhadap
penyakit keturunan congenital porphyria. Menurut dr. Lee Illis dari Guy
Hospital, London, pengidapnya amat tak tahan terhadap cahaya (karena
itu mereka hanya bisa keluar malam hari), giginya berwarna merah atau
coklat kemerahan, dan menunjukkan gejala gangguan jiwa (dari histeris
ringan hingga depresi maniak). Borok lambat laun mengubah bentuk tangan
mereka menjadi serupa cakar.
Namun, pendapat ini disanggah
cendekiawan Almotarus, yang menjelaskan manusia serigala dalam bentuk
manusia memiliki ciri khusus berupa mata cekung dan kering, serta kulit
pucat. Selain itu luka pada kulit penderita jauh berbeda dengan kulit
serigala.
Roh jahat dalam perjalanan astral
Pemahaman
terhadap manusia serigala memasuki era baru menyusul keputusan
terhadap Jean Grenier. Hakim-hakim di masa itu tidak mungkin lagi
mengabaikan “koor” pendapat para dokter, yang yakin manusia serigala
sebenarnya adalah penderita berbagai jenis dan tingkatan gangguan jiwa.
Meski dokter Alfonso Ponce de Santa dari Spanyol masih menyebutnya
sebagai gejala kemurungan jiwa akibat cairan tertentu yang dihasilkan
empedu, yang diduganya telah menyerang otak.
Maka dibedakan antara makhluk mitos manusia serigala dan penderita kejiwaan (lycanthrope).
Lycanthropy
berakar dari kata Yunani lycos artinya serigala dan anthropos atau
manusia. Meski ada yang menyebut secara berbeda. Robert Burton dalam
buku pengobatan klasik The Anatomy of Melancholy (1621) misalnya,
menggunakan istilah kegilaan terhadap serigala.
Mula-mula
lycanthrope dipakai untuk menggambarkan fenomena kuno berupa kemampuan
orang bermetamorfosis jadi binatang. Namun lama-lama istilah itu
diaplikasikan khusus untuk orang yang di alam subnormal yakin mampu
berubah bentuk. Keyakinan itu dikuatkan dengan dorongan bersikap sadis
dan obsesi terhadap darah dan daging yang terus bertahan dari waktu ke
waktu di berbagai tempat – bahkan di negara beradab. Selera terhadap
daging manusia itulah yang mengubah manusia menjadi monster. Namun
secara nyata penderita lycanthrope tidak pernah berubah bentuk, suara,
dan perilaku menjadi serigala.
Mengenai penampilannya yang tetap
manusia, pada abad XV – XVI penderita lycanthrope berkilah, bahwa
bulu-bulu mereka tumbuh di bawah kulit. Seperti yang terjadi di Padua,
Spanyol, tahun 1541, ketika seorang petani dengan keji membunuh dan
mengoyak-ngoyak tubuh beberapa orang korbannya. Saat tertangkap, ia
mengaku sebagai serigala meski secara fisik tidak berujud binatang. Itu
tak lain karena bulu-bulunya tersembunyi di bawah, bukan di atas,
kulit. Untuk membuktikan ucapannya, penduduk segera memotong lengan dan
kakinya. Alhasil, kecewa yang didapat, yang ada cuma darah, otot, dan
tulang biasa.
Malah dalam buku klasik tentang sadisme, masokisme,
dan lycanthropy Man into Wolf, antropolog Inggris Dr. Robert Eisler
menyebut kemungkinan Adolf Hitler sebagai penderita lycanthropy. Ia
merujuk pada kesaksian bagaimana sang Fuhrer memiliki kebiasaan
menggigit karpet saat mengamuk.
Sedangkan manusia serigala adalah
orang yang dengan kekuatan sihir atau mantera khusus dipercaya mampu
mengubah diri menjadi serigala. Ia benar-benar serupa serigala baik
keganasan, kekuatan, kelicikan, dan kecepatan larinya. Ia bisa bertahan
dalam kondisi itu selama beberapa jam saja atau bahkan permanen.
Pendapat
yang menguatkan keberadaan manusia serigala didukung oleh spiritualis
Rose Gladden dengan dasar pemikiran perjalanan astral. “Katakanlah ada
orang yang pada dasarnya jahat, suka dengan hal-hal yang mengerikan.
Saat ia melakukan perjalanan astral, roh jahat yang banyak berkeliaran
bebas di udara akan menangkap, mengubahnya menjadi serigala atau
binatang lainnya, dan memanfaatkannya untuk tujuan keji.”
Dorongan bebas nilai
Lain
lagi pendapat paranormal terkemuka Prancis pada abad XIX Eliphas Levi,
bahwa proses transformasi itu adalah suatu manifestasi simpati manusia
terhadap naluri kebinatangannya. Menurutnya, manusia serigala tidak
lebih dari tubuh nonfisik dan naluri ganas berbentuk serigala.
Senada
dengan itu, John Godwin, penulis Unsolved: The World of the Unknown,
lebih menyoroti dorongan dalam diri manusia. Jujur saja, sebenarnya
manusia memiliki sifat buruk serupa serigala yang selama ini ditekan
untuk tidak muncul. “Dengan berubah, mereka bebas dari ujud fisik
manusianya yang mengalangi mewujudkan dorongan dan keinginan kuat tanpa
perlu merasa bersalah atau takut. Dalam ujud binatang, tidak ada lagi
tabu yang harus dijaga. Karena binatang memang tidak mengenal tabu.”
Sedangkan
James VI dari Skotlandia dalam Daemonologie (1597), melihat
penyebabnya adalah segunung masalah yang dihadapi manusia mulai dari
bencana alam dan cuaca buruk, gagal panen, serangan hama, dan kejahatan
yang meningkat. Semua itu perlu seseorang atau sesuatu untuk
disalahkan. Gampangnya, serigala dijadikan kambing hitam. Selain itu
adalah ketidaksiapan penduduk untuk melepaskan kepercayaan atas makhluk
sejenis itu membuat manusia serigala terus eksis dalam waktu lama.
Richard
Carrington, penulis Mermaids and Mastodon menyamakan alasan di balik
kepercayaan akan manusia serigala dengan kepercayaan primitif, bahwa
monster sebenarnya bentuk yang diciptakan manusia sendiri, untuk
mengkompensasikan posisinya sendiri yang demikian kecil di alam semesta.
Saat
peradaban makin maju, mitos binatang menakutkan pun lenyap. Contohnya,
suku Indian Sioux di Dakota Utara, AS, yang dulu percaya akan adanya
binatang pemangsa manusia. Tapi, keturunannya di abad ini melupakan
mitos itu. Menurut mereka, takhayul itu lahir akibat rasa takut
terhadap mastodon yang berkeliaran di dataran Dakota.
Pendapat
manusia serigala hanya takhayul belum mencapai kata putus. Jika benar
itu sekadar ciptaan manusia, mengapa kisah itu bertahan sekian lama?
Apa pula yahg membuat ilmuwan demikian getol berkutat memecahkannya?
Zombie
26 Votes
Zombie
sebenarnya berasal dan muncul dari pulau Haiti di Karibia. Mereka
adalah orang2 yang hampir mati, lalu dihidupkan kembali dari tubuh yang
hampir mati tsb oleh para pendeta/dukun Voodoo (semacam ilmu
ghaib/supranaturalnya suku-suku indian, tentunya ini pakai
mantera-mantera).
Mereka biasanya digunakan sebagai budak selama
sisa2 hidup mereka yang sangat meyedihkan. Seperti halnya manusia,
zombie pun dapat bergerak, makan, mendengar, dan berbicara, namun
mereka tidak memiliki ingatan dan wawasan tentang kondisi mereka.
Legenda
tentang zombie telah beredar selama berabad-abad, namun baru pada
tahun 1980 sebuah kasus baru didokumentasikan. Cerita ini dimulai pada
thn 1962 di Haiti. Seorang pria yang bernama Clairivius Narcisse dijual
kepada salah satu Dukun Voodoo oleh saudara laki2-nya, karena
Clairvius menolak menjual bagian warisannya berupa tanah keluarga.
Segera saja Clairvius dibuat meninggal dan dikuburkan. Namun, sebenarnya
ia tidak benar2 mati, namun malah dijadikan zombie dan diperkejakan di
perkebunan tebu bersama para pekerja zombie lainnya. Pada thn 1964,
setelah pemilik zombie tsb meninggal, para zombie2 itu akhirnya menyebar
dan mengembara melintasi pulau dalam keadaan “linglung” selama kurang
lebih 16 tahun lamanya sebelum mereka2 ini ditangkap.
Dr.Wade
Davis, seorang ahli etnobiologi dari Harvard University, memutuskan
pergi Ke Haiti untuk meneliti kebenaran cerita tsb dan ketika tiba
disana ia benar2 menemui beberapa dukun2 voodoo yang mempraktekkan cara
pemuatan zombi. Intinya, buatlah mereka “mati” dan buatlah mereka
“gila”, sehingga pikiran mereka dapat ditundukkan. Seringkali dukun2 tsb
secara diam2 memberikan semacam obat2-an utk mencapai hal ini. Cara
membuat mereka mati tidak seperti yang kita bayangkan, misalnya dibacok
pakai celurit, atau dipukul pake benda tumpul ,dsb. Namun dengan cara
yang cukup unik, yaitu dengan campuran kulit katak yang biasa disebut
“bufo bufo bufo” dan ikan puffer (jadi intinya mereka ini tidak
benar-benar mati, alias nyawanya masih ada). Campuran ini dapat
ditambahkan pada makanan, atau dioleskan pada kulit, terutama pada kulit
yang lembut dan tidak rusak dibagian dalam lengan dekat siku. Kemudian
setelah beberapa menit, para korban akan “terlihat” seperti mati,
dengan napas dan detak jantung yang sangat lambat dan lemah. Nah kalau
sudah begitu, maka orang2 yang melihatnya mengira ia telah mati dan
segera dikuburkan. Tapi ingat, mereka ini belum benar2 mati, mungkin
hanya dukun2 yang menyebabkan mereka seperti itulah yang benar2
mengetahui kondisi sebenarnya.
Kemudian, setelah ia dikubur oleh
keluarganya, para dukun harus menunggu terlebih dahulu selama kira2
beberpa jam untuk menggali dan kemudian mengambil jasadnya (tapi jangan
terlalu lama karena mereka bisa mati beneran karena sesak napas
didalam sana). Lalu bagaimana cara membuat mereka “gila”?, yaitu dengan
memaksa mereka memakan sejenis pasta yang terbuat dari datura (rumput
jimsons). Karena datura ini sifatnya memutus hubungan pikiran dengan
realitas, dan kemudian menghancurkan seluruh ingatan yang ada.Setelah
mengkonsumsi itu mereka akan kebingungan, tidak tahu ini hari apa,
dimana mereka berada, bahkan dirinya sendiri ia tidak tahu. Nah,
sekarang zombie yang telah berada dalam kondisi semipermanen menjadi
gila, dijual ke perkebunan tebu sebagai budak pekerja. Mereka diberi
datura lagi jika perasaan mereka terlihat mulai pulih. Jadi intinya,
zombie yang sebenarnya itu bukan seperti yang digambarkan ddidalam game
maupun film2 yang umumnya telah benar2 mati kaya vampire2 china yang
bisa bangkit kembali, berjalan , lalu kemudian dapat bergerak menyerang
manusia. Hal itu salah besar, zombie yang sebenarnya adalah seperti
yang aku ceritakan diatas tadi.
Lalu bagaimana analisis Kimia-nya dari Pembuatan Zombie itu?
Para
dukun2 voodoo menggunakan kulit katak bufo dan ikan pufer untuk
membuat seseorang menjadi zombie. Kulit katak jenis “bufo bufo bufo” itu
sangat berbahaya ,terdapat beberapa kandungan kimia yang bersifat
racun mematikan didalamnya,yaitu biogenetik amina, bufogenin, dan
bufotoksin. Sedangan ikan puffer dikenal di Jepang dengan nama Fugo.
Racunnya disebut “tetrodotoksin”,racun saraf yang mematikan. Efek
penghilang rasa sakitnya 160.000 kali lebih kuat daripada kokain.
Memakan ikan jenis ini bisa membuat “Keblinger” karena kandungan
racunnya. Di Jepang, banyak orang2 yang mati setelah menyantap ikan
jenis ini, pada umumnya toksin tsb dengan cepat menurunkan suhu tubuh
dan tekanan darah, selain itu dapat menyebabkan orang yang memakannya
mengalami koma.
Sedangkan datura adalah sejenis rumput jimson
(nama latinnya brugmansia candida), tumbuhan ini mengandung bahan kimia
atropin, hyoskiamin dan skopolamin yang apabila dikonsumsi akan
menyebabkan kita kehilangan ingatan. Bahkan jika mengkonsumsinya telalu
banyak, kelumpuhan dan kematian akan mendatangi kita. Orang yang
memberi bahan kimia diatas haruslah cukup terampil, harus bisa
memperkirakan takaran secukupnya pada manusia yang mau dijadikan zombie
supaya nantinya tidak mati beneran.
Sejarah Dracula
44 Votes
Selama
perang salib, wallachia menjadi rebutan antara kerajaan Hungaraia dan
Turki Ottoman, pada masa Vlad II berkuasa di wallachia, Vlad II
mempunya tiga orang anak, Mircea,Dracula dan Randu, Vlad II memihak
kerajaan Hungaria.
Namun setelah dilengserkan oleh Sigismund (
Raja dari kerajaan Hungaria ) dan kemudian digantikan oleh John
Hunyandi, Vlad II memihak kepada kesultanan Turki Ottoman, sebagai
jaminan kesetiaannya kepada kesultanan Turki ottoman, Vlad II
mengirimkan Dracula dan Randu ke Turki.
Riwayat Dracula
Vlad
Tsepes III ( 1431 – 1475 M ) atau yang lebih populer dengan nama
Dracula dilahirkan di Transylvania, Rumania. Ia merupakan anak Ke 2 dari
Vlad II dan Cneajna, seorang putri dari Moldavia
Masa kecil
Dracula memang tidak berlangsung lama, diusianya yang ke 11 ia harus
menjadi jaminan kesetian ayahnya kepada kesultanan Turki ottoman, ia
dan adiknya Randu harus dikirim ke Turki.
Awal Kekuasaan Dracula
Setelah
perang Verna, terjadi konflik antara Vlad II dan John Hunyadi, yang
berujung pada kematian Vlad II dan Mircea, kakak Dracula. Melihat
perubahan politik di Wallachia tersebut, maka sultan Turki ottoman
Mehmed II mengirimkan Dracula pulang ke wallachia untuk merebut tahta.
Dracula
kembali ke Wallacia dengan di kawal 8000 prajurit Turki ottoman.
sesampainya di Tirgoviste ( ibu kota wallachia ) terjadi pertempuran
antara pasukan Vlasdisav dengan pasukan Dracula, yang akhirnya di
menangkan oleh pasukan Dracula dan menempatkan Dracula sebagai penguasa
Wallachia.
Awal Kekejaman Dracula
Setelah
berhasil menduduki tahta, Dracula membantai prajurit Turki ottoman
yang tersisa dengan cara di sula, hal tersebut menjadi salah satu
penyebab permusuhan antara Dracula dan Sultan Mehmed II.
Sebagai
panglima salib di Wallachia, Dracula telah membantai kurang lebih
23.000 umat islam baik tentara maupun rakyat, dengan peperangan maupun
dengan metode sula ( impaler ), setelah tindakan tersebut Dracula
mengirimkan surat kepada raja Hungaria saat itu ( Matthias Corvinus )
untuk meminta dukungan dari kerajaan Hungaria untuk melawan Turki
Ottoman.
Serangan Tengah Malam ( The Night Attack )
Tindakan
Dracula yang membantai 23.000 tentara Turki Ottoman, membuat sultan
Mehmed II menyatakan perang kepada Dracula. Pada tanggal 17 Mei 1462 M
Sultan Mehmed II ( sang penakluk konstatinopel ) mengirimkan 60.000
tentara ditambah 30.000 tentara non reguler. Sedangkan tentara Dracula
mencapai 30.000 prajurit, melihat jumlah pasukan yang tidak berimbang,
dracula melakukan strategi perang grilya (Hit and Run)
Pada
serangan tengah malam pasukan dracula yang berkekuatan 10.000 orang
berhasil mendesak pasukan Turki ottoman, tetapi dapat dipukul mundur
pada saat fajar tiba, atas kekalahan tersebut pasukan dracula mundur ke
benteng Poenari, dracula melarikan diri dari kepungan pasukan Turki
ottoman yang di pimpin oleh Randu ( adik kandung dracula )ke Hungaria,
dengan melarikandirinya Dracula, Randu dengan mudah merebut benteng
Poenari dan merebut tahta Wallachia.
Kematian Dracula
Pada
Desember 1476 Terjadi pertempuran antara pasukan salib dengan dengan
pasukan muslim ( Turki ottoman )dimana pertempuran tersebut terjadi di
daerah Snagov, dalam pertempuran tersebut pasukan Dracula dapat
dikalahkan, dan Dracula ( Vlad III ) tewas dalam pertempuran tersebut,
kepalanya di penggal dan di bawa ke Turki sebagai bukti kematiannya
dracula yg asli
zombie
werewolf